SISTEM HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN
MAKALAH
SISTEM HUKUM ADAT DAN HUKUM
KEBIASAAN
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sistem Hukum Indonesia
Dosen : Hilman Abdul Matin, M. Pd., MH.
DISUSUN OLEH :
DIAN INDRIANI 1148010085
|
ADMINISTRASI
NEGARA
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SUNAN
GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014/2015
KATA PENGATAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis haturkan
atas kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat teriring salam semoga selalu
senantiasa Allah curahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, para sahabat dan
keluarganya.
Makalah yang berjudul “Sistem Hukum
Adat dan Hukum Kebiasaan” adalah salah satu syarat dari proses pembelajaran mata
kuliah Sistem Hukum Indonesia di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Bapak Hilman
Abdul Matin, M.Pd., MH. Selaku dosen mata kuliah Sistem Hukum Indonesia di
Kelas Administrasi Negara III C Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Sunan Gunung Djati Bandung.
2. Sahabat-sahabat
terbaikku dan seperjuangan Jurusan Administrasi Negara 2014 yang telah
memberikan motivasi dalam menempuh kegiatan belajar sehingga bisa
terselesaikannya makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bandung,
5 September 2015
Penulis,
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGATAR.........................................................................................................
i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB
I.................................................................................................................................
1
PENDAHULUAN............................................................................................................
1
1.
Latar
Belakang ............................................................................................................. 1
2.
Rumusan
Masalah ......................................................................................................... 2
BAB II................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN................................................................................................................ 3
Pengertian
Hukum Adat...................................................................................................... 3
Perbedaan
Hukum Adat dan Hukum Barat........................................................................ 4
Sistem
Hukum Adat............................................................................................................ 6
A. Bahasa
Hukum......................................................................................................... 7
B. Pepatah
Adat........................................................................................................... 8
C. Penyelidikan
Hukum Adat...................................................................................... 9
BAB
III............................................................................................................................. 11
PENUTUP........................................................................................................................ 11
Kesimpulan ....................................................................................................................... 11
Saran.................................................................................................................................. 12
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Hukum adalah
suatu aturan atau kaidah yang terdapat dalam suatu kehidupan bermasyarakat.
Hukum memiliki sifat yang berwujud dan tidak berwujud. Hukum yang
berwujud adalah hukum tertulis yang sudah terkodifikasi dalam satu kitab,
sedangkan hukum yang tidak berwujud adalah hukum tidak tertulis seperti hukum
adat. Adat adalah kebiasaan suatu masyarakat yang dilakukan terus menerus,
dipertahankan oleh penduduknya dan juga mempunyai sanksi. Kebiasaan adalah
cerminan kepribadian suatu bangsa.
Jadi Hukum Adat merupakan seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan
yang berlaku di suatu wilayah. Misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang
masih mengikuti hukum adat. Hukum adat juga berkembang sesuai dengan
perkembangan masyarakatnya dari zaman ke zaman, namun proses dalam perkembangan
itu berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada pula yang lambat sesuai dengan
perkembangan masyarakat tertentu.
Sumber Hukum
Adat adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang
dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena
peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh berkembang, maka hukum adat
memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Adapun Penegak hukum adat
adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya
dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.
Hukum adat
merupakan hukum yang dinamis, berubah sesuai zaman. Walaupun tidak tertulis di
sebuah buku aturan yang jelas, tapi setiap orang yang mengetahui dan
memahaminya akan selalu patuh di bawahnya, karena hukum adat adalah sesuatu
yang sakral dan harus diikuti selama tidak menyimpang dari rasa keadilan.
Hukum adat
yang juga merupakan peraturan adat istiadat sudah ada semenjak zaman kuno dan
zaman pra-Hindu. Hingga akhirnya masuklah kultur-kultur budaya masyarakat luar
yang cukup mempengaruhi kultur asli pada daerah tersebut. Seperti datangnya
kultur Hindu, kultur Islam, dan kultur Kristen, sehingga hukum adat yang ada
pada saat ini merupakan akulturasi dari berbagai kultur pendatang.
Unsur-unsur
yang menjadi dasar pembentukan Hukum Adat adalah sebagai berikut; Pertama
adalah kegiatan yang sebenarnya dengan melalui penelitian-penelitian, Kedua
adalah dengan menggunakan kerangka mengenai unsur-unsur hukum yang dapat
dibedakan antara unsur idiil dan unsur riil. Unsur idiil terdiri dari rasa
susila, rasa keadilan, dan rasio manusia, rata susila merupakan suatu hasrat
dalam diri manusia untuk hidup dengan hati nurani yang bersih. Ketiga adalah
dengan mempergunakan ketiga unsur tersebut sehingga dihasilkan suatu gambaran
perbandingan yang konkret.
Tapi yang
akan lebih jauh dikaji ialah sistem hukum adat, dimana suatu sistem hukum sudah
hidup dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, setiap hukum merupakan
suatu sistem yang peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan
berdasarkan atas kesatuan pemikiran, begitu pula hukum adat. Sistem hukum adat
bersendi atas dasar-dasar pemikiran bangsa indonesia, yang tidak sama dengan
yang ada dalam sistem hukum barat. Agar kita sadar terhadap sistem hukum adat,
kita harus mengetahui dasar-dasar pemikiran yang hidup didalam masyarakat
Indonesia. Oleh karena itu untuk memahami lebih lanjut, akan di bahas masalah
sistem hukum adat tersebut
Menurut
Prof. Dr. R. Soepomo, S.H dalam bukunya Bab-bab Tentang Hukum Adat dituliskan
sistem hukum adat antara lain Bahasa hukum, Pepatah adat, dan Penyelidikan
Hukum Adat. Berikut akan dijelaskan mengenai hal tersebut.
1.2.Rumusan
Masalah
2.1.
Pengertian Hukum Adat
2.2.
Perbedaan Hukum Adat dan Hukum Barat
2.3.
Sistem Hukum Adat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hukum Adat
Secara
bahasa hukum adat terbagi dari dua kata yakni hukum dan adat. Hukum adalah
kumpulan aturan atau norma yang apabila dilanggar akan dikenai sanksi, dan yang
membuat hukum adalah orang yang memiliki kewenangan atasnya. Sedangkan kata
adat, menurut Prof. Amura, istilah ini berasal dari bahasa Sansekerta karena
menurutnya istilah ini telah dipergunakan oleh orang Minangkabau kurang
lebih 2000 tahun yang lalu. Menurutnya adat berasal dari dua kata, a
dan dato. A berarti tidak dan dato berarti sesuatu yang bersifat
kebendaan.
Dan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat adalah aturan (perbuatan dsb)
yg lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala. Karena istilah Adat yang
telah diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan maka istilah hukum
adat dapat disamakan dengan hukum kebiasaan.
Beberapa definisi hukum adat yang dikemukakan para ahli hukum, antara lain sebagai
berikut:
1.
Prof. Van Vallenhoven, yang pertama kali menyebut hukum adat memberikan
definisi hukum adat sebagai : “ Himpunan peraturan tentang perilaku yang
berlaku bagi orang pribumi dan timur asing pada satu pihak yang mempunyai
sanksi (karena bersifat hukum) dan pada pihak lain berada dalam keadaan tidak
dikodifikasikan (karena adat). Abdulrahman
, SH menegaskan rumusan Van Vallenhoven dimaksud memang cocok untuk mendeskripsikan
apa yang dinamakan Adat Recht pada jaman tersebut bukan untuk Hukum Adat pada
masa kini.
2.
Prof. Soepomo, merumuskan Hukum Adat: Hukum adat adalah synomim dari hukum
yang tidak tertulis di dalam peraturan legislative (statuary law),
hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan hukum Negara (Parlemen, Dewan
Propinsi dan sebagainya), hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang
dipertahankan di dalam pergaulan hidup, baik di kota maupun di desa-desa.
3.
Prof. Soekanto, merumuskan hukum adat: Komplek adat adat inilah yang kebanyakan
tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan mempunyai
sanksi (dari itu hukum), jadi mempunyai akibat hukum, komplek ini disebut Hukum
Ada.
4.
Prof. Soeripto: Hukum adat adalah semua aturan-aturan/ peraturan-peraturan adat
tingkah laku yang bersifat hukum di segala kehidupan orang Indonesia, yang pada
umumnya tidak tertulis yang oleh masyarakat dianggap patut dan mengikat
para anggota masyarakat, yang bersifat hukum oleh karena ada kesadaran keadilan
umum, bahwa aturan-aturan/ peraturan itu harus dipertahankan oleh petugas hukum
dan petugas masyarakat dengan upaya paksa atau ancaman hukuman (sanksi).
5.
Hardjito Notopuro: Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis, hukum kebiasaan dengan
ciri khas yang merupakan pedoman kehidupan rakyat dalam menyelenggarakan tata
keadilan dan kesejahteraan masyarakat dan bersifat kekeluargaan.
6.
Suroyo Wignjodipuro: Hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma yang
bersumber apaada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi
peraturan tingkat laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian
besar tidak tertulis, karena mempunyai akibat hukum (sanksi).
7.
Seminar Hukum Adat dan pembinaan Hukum Nasional: Hukum adat diartikan sebagai
Hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan
Republik Indonesia, yang disana sini mengandung unsur agama.
8.
Sudjito Sastrodiharjo menegaskan: Ilmu hukum bukan hanya mempelajari apa yang
disebut das sollen, tetapi pertama kali harus mengingat das sein.
Hukum adat merupakan species dari hukum tidak tertulis, yang merupakan
genusnya.
Jadi Hukum Adat merupakan seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan
yang berlaku di suatu wilayah. Misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang
masih mengikuti hukum adat. Hukum adat juga berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya dari zaman ke zaman, namun proses dalam
perkembangan itu berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada pula yang lambat sesuai
dengan perkembangan masyarakat tertentu.
2.2. Perbedaan Hukum Adat dan Hukum Barat
Sistem hukum adat bersendi atas dasar alam pikiran bangsa Indonesia
yang sudah pasti berlainan dengan pemikiran yang menguasai hukum Barat. Dan
untuk dapat memahami serta sadar akan hukum adat, orang harus memahami
dasar-dasar pemikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia.
Hukum adat memiliki
corak-corak sebagai berikut:
1.
Mempunyai sifat kebersamaan atau komunal yang
kuat, artinya manusia menurut hukum adat merupakan makhluk dalam ikatan
kemasyarakatan yang erat, rasa kebersamaan ini meliputi seluruh lapangan hukum
adat.
2.
Mempunyai corak religio-magis yang berhubungan
dengan pandangan hidup alam Indonesia.
3.
Hukum adat diliputi oleh pikiran penataan serba
konkrit, artinya hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan
berulang-ulangnya perhubungan hidup yang konkrit.
4.
Hukum adat mempunyai sifat yang visual, artinya perhubungan
hukum dianggap hanya terjadi, oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang
dapat dilihat.
Antara sistem hukum adat dan sistem hukum Barat terdapat beberapa perbedaan
yang fundamental, seperti:
1.
Hukum Barat mengenal “zakelijke rechten” dan
“persoonlijke rechten”. “Zakelijke rechten” adalah hak atas benda yang bersifat
“zakelijk”, artinya berlaku terhadap tiap orang, jadi merupakan hak
mutlak/absolut. “Persoonlijke rechten” adalah hak atas sesuatu objek yang hanya
berlaku terhadap sesuatu orang lain tertentu, jadi merupakan hak relatif. Hukum
adat tidak mengenal pembagian hak dalam dua golongan seperti di atas. Hak-hak
menurut sistem hukum adat perlindungannya ada di tangan hakim.
2.
hukum Barat mengenal perbedaan antara hukum
publik dan hukum privat. Hukum adat tidak mengenal perbedaan ini.
Perbedaan-perbedaan fundamental dalam sistem ini, pada hakikatnya disebabkan
karena corak serta sifat yang berlainan antara hukum adat dan hukum Barat dan
pandangan hidup yang mendukung kedua macam hukum itu juga jauh berlainan.
3.
Aliran dunia Barat bersifat liberalistis dan
bercorak rasionalistis intelektualistis. Aliran Timur, khususnya Indonesia
bersifat kosmis, tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib; dunia
manusia berhubungan erat dengan segala hidup di dalam alam ini.
4.
Pelanggaran-pelanggaran hukum menurut sistem
hukum barat, dibagi-bagi dalam golongan peanggaran yang bersifat pidana dan
harus diperiksa oleh hakim pidana atau (strafrechter), dan
pelanggaran-pelanggaran yang hanya mempunyai akibat dalam lingkup perdata, maka
pelanggaran-pelanggaran itu harus diadili oleh hakim perdata.
Sistem
hukum adat inilah yang berlaku di seluruh nusantara sejak orang-orang Belanda
belum dan sesudah menginjakkan kakinya di nusantara. Sebagai suatu sistem,
meskipun berbeda dengan sistem hukum barat sebagaimana perbedaannya antara lain
diungkapkan oleh Soepomo di atas, hukum adat juga memiliki aspek-aspek hukum
perdata, hukum pidana, hukum tata negara, bahkan hukum internasional. Sebagai
suatu sistem, hukum adat mempunyai asas-asas yang sama, tetapi mempunyai
perbedaan corak hukum yang bersifat lokal.
Mengacu pada adanya perbedaan corak
antara hukum barat, sehingga Van Vollenhoven membagi lingkungan hukum adat atas
19 dan dari kesembilanbelas itu dirinci lagi atas beberapa kukuban hukum.
Pembagian lingkungan hukum adat itu didahulukannya, karena diperlukan sebagai
petunjuk arah agar hukum adat di seluruh Indonesia dapat dipahami dan ditaksir
dengan baik. Menurut Van Vollenhoven, pada masa VOC yang didirikan di negeri
Belanda dengan hak oktroi, hubungan hukum dengan orang-orang di nusantara tetap
menggunakan hukum adat.
Hukum adat
merupakan Hukum indonesia asli yang tidak tertulis di dalam perundang-undangan
RI yang mengandung unsur agama. Kedudukan Hukum Adat yaitu sebagai salah satu
sumber penting guna memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang
menuju pada penyamaan hukum.
2.3. Sistem Hukum
Adat
Menurut
Prof. Dr. R. Soepomo, S.H dalam bukunya Bab-bab Tentang Hukum Adat dituliskan sistem hukum adat antara lain Bahasa
hukum, Pepatah adat, dan Penyelidikan Hukum Adat. Berikut akan dijelaskan
mengenai hal tersebut.
A.
Bahasa Hukum
Maksud dari Bahasa hukum adalah
kata-kata yang dipakai terus-menerus untuk menyebut dengan konsekuen suatu
perbuatan atau keadaan, lambat laun menjadi istilah yang mempunyai isi yang
tertentu. Bagi hukum adat di Indonesia, pembinaan bahasa hukum adalah soal yang
minta perhatian khusus kepada para ahli hukum Indonesia.
Bahasa hukum lahir
dan tumbuh setapak demi setapak. Kata-kata yang terus-menerus dipakai dengan konsekuen untuk menyebut suatu
perbuatan atau keadaan, lambat laun menjadi istilah yang memiliki isi dan makna
tertentu.
Hukum Barat telah
memiliki istilah-istilah hukum teknis yang dibina berabad-abad oleh para ahli
hukum, para hakim dan oleh pembentuk undang-undang. Hukum adat, pembinaan
bahasa hukum ini justru masih merupakan suatu masalah yang sangat meminta
perhatian khusus pada para ahli hukum Indonesia. Baik Van Vollenhoven dan Ter
Haar, mengemukakan dengan jelas betapa pentingnya soal bahasa-hukum adat bagi
pelajaran serta pengertian sistem hukum adat dan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan hukum adat selanjutnya.
Bahasa hukum adalah
bukan sesuatu yang dapat diciptakan dalam satu dua hari saja, tetapi harus
melalui suatu proses yang cukup lama. Bahasa rakyat yang bersangkutanlah
merupakan bahasa yang pertama-tama yang sanggup melukiskan perasaan rakyat
dimaksud secara tepat.
Dan oleh karena
itulah pada zaman kolonial Belanda dahulu terjemahan istilah-istilah hukum adat
dalam bahasa Belanda yang pada zaman itu orang menganggap seolah-olah isi serta
artinya sudah lama, sesungguhnya merupakan suatu kesalahan, sebab
istilah-istilah dalam bahasa asing dimaksud ternyata tidak dapat melukiskan
makna yang terkandung dalam istilah-istilah bahasa aslinya. Sebagai Contoh: Pada zaman
Hindia-Belanda, istilah yang digunakan untuk menyebut kata jual dan sewa dengan
Bahasa Belanda yaitu dengan istilah varkopen dan huren, seolah-olah
arti istilah varkopen dan huren sama dengan arti jual dan sewa
dalam istilah hukum adat.
Dalam ilmu hukum adat sendiri
istilah jual berarti mengenai pengoperan hak (overdracht) dari seseorang
kepada orang lain. Ada tiga jenis pengoperan yang juga menggunakan istilah
jual, dan dalam pengoperan tersebut berlaku dengan pembayaran kontan dari pihak
pembeli. Lain halnya dengan istilah verkopen, yang dimaksud dengan verkopen
adalah sistem hukum barat tentang suatu perbuatan hukum yang bersifat obligatoir,
artinya verkoper berjanji dan wajib mengoperkan barang yang di
verkoop kepada pembeli dengan tidak dipersoalkan apakah harga barang itu
dibayar kontan atau tidak.
Dari apa yang telah dijelaskan
diatas, maka kata jual sebagai istilah hukum adat tidaklah sama artinya dengan
kata verkopen sebagai istilah hukum barat. Dalam sistem hukum adat,
pembelian barang dengan tidak membayar kontan bukanlah termasuk perbuatan jual,
melainkan temasuk dalam golongan hutang piutang.
Dalam
sistem hukum adat, segala perbuatan dan keadaan yang bersifat sama disebut
dengan istilah yang sama pula. Misalnya istilah gantungan dipakai untuk
menyebut segala keadaan yang belum bersifat tetap.
B.
Pepatah Adat
Di berbagai
lingkaran hukum adat terdapat pula pepatah adat yang sangat berguna sebagai
petunjuk tentang adanya sesuatu peraturan hukum adat. Berikut
cnntoh pepatah dari daerah Batak:
“Molo metmet binanga, na metmet do
dengke”
“Molo gadang binanga, gadang dengke”
Dalam bahasa Indonesia:
“Jika (anak) sungai kecil, maka
ikannya juga kecil,
“Jika (anak) sungai besar,
maka ikannya juga besar”
Perumpamaan ini mengandung dasar hukum, bahwa upah bagi mereka
yang menyelesaikan sesuatu soal hukum harus seimbang dengan pentingnya soal
tersebut.
Dari daerah Minangkabau:
“Sakali aye
gadang, sakali tapian beranja,
“Sakali raja
ba(r) ganti, sakali adat berobah”
Dalam bahasa Indonesia :
“Apabila air meluap, tempat
pemandian bergeser.
“Apabila ada penggantian raja, maka
adat akan bergati juga”
Pepatah ini mengandung pengertian,
bahwa adat tidak statis melainkan berubah menurut perubahan yang berlaku dengan
penggantian kepala adat.
Prof. Snouck
Hurgronje menegaskan bahwa pepatah adat tidak boleh dianggap sebagai sumber
atau dasar hukum adat. Pepatah adat harus diberi interpretasi yang tepat agar
terang maknanya. Pepatah adat memang baik untuk diketahui dan disebut, akan
tetapi pepatah itu tidak boleh dipandang sebagai pasal-pasal kitab undang-undang pepatah adat tidak memuat peraturan hukum
positif.
Vergouwen menulis
bahwa pepatah adat tidak mempunyai sifat normatif seperti pasal undang-undang.
Pepatah itu hanya mengandung aliran hukum dalam bentuk yang menyolok saja. Ter
Haar berkata bahwa pepatah adat bukan merupakan sumber hukum adat, melainkan
mencerminkan dasar hukum yang tidak tegas. Prof. Soepomo menegaskan bahwa
pepatah adat memberi lukisan tentang adanya aliran hukum yang tertentu.
C.
Penyelidikan Hukum Adat
Berlakunya sesuatu peraturan hukum
adat tampak dalam putusan (penetapan) petugas hukum, misalnya putusan kumpulan
desa, putusan kepala adat dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan putusan atau penetapan itu ialah perbuatan atau penolakan
perbuatan (non-action) dari pihak petugas hukum dengan tujuan memelihara atau untuk menegakkan hukum.
Maka dari itu penyelidikan hukum
adat haruslah ditujukan kepada Research tentang putusan-putusan petugas hukum, selain itu kita juga harus menyelidiki kenyataan sosial (social reality),
yang merupakan dasar bagi para petugas hukum untuk menentukan
putusan-putusannya.
Cara atau metode penyelidikan setempat adalah mendekati para pejabat desa,
orang-orang tua, para cerdik pandai, rang-orang terkemuka di daerah yang
bersangkutan, dan sebagainya. Persoalan yang akan ditanyakan harus hanya
fakta-fakta, hanya kejadian-kejadian yang
telah dialami atau diketahui sendiri oleh mereka.
Perlu kita ketahui bahwa dalam
penyelidikan hukum adat yang menentukan bukan banyaknya jumlah perbuatan yang
terjadi, meskipun jumlah itu adalah penting sebagai petunjuk bahwa perbuatan
itu adalah dirasakan sebagai hal yang
diharuskan oleh masyarakat. akan tetapi yang penting adalah suatu perbuatan itu
benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai hal yang memeng sudah seharusnya.
Maka dari itulah kita sudah dapat menarik kesimpulan adanya norma hukum.
maka agar
memperoleh bahan-bahan yang tepat serta berharga tentang hukum adat perhatian
harus diarahkan kepada berikut ini:
a.
Research tentang putusan-putusan petugas hukum
ditempat yang bersangkutan.
b.
Sikap penduduk dalam hidupnya sehari-hari
terhadap hal-hal yang sedang disoroti dan diinginkan mendapat keterangan dengan
melakukan field research itu.
Untuk mendapatkan
hasil penyelidikan sebagaimana mestinya, kenyataan sosial yang merupakan dasar
bagi para petugas hukum untuk menentukan putusan-putusannya, wajib pula
diindahkan serta dipahami. Cara melakukan Field Research wajib menemui
para pejabat desa, orang-orang tua, orang terkemuka, serta menanyakan
fakta-fakta yang telah dialami atau diketahui sendiri oleh mereka itu.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hukum Adat merupakan seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan
yang berlaku di suatu wilayah. Misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang
masih mengikuti hukum adat. Hukum adat juga berkembang sesuai dengan
perkembangan masyarakatnya dari zaman ke zaman, namun proses dalam perkembangan
itu berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada pula yang lambat sesuai dengan
perkembangan masyarakat tertentu.
Kemudian ada perbedaan yang fundamentall antara sistem hukum adat dan
sistem hukum Barat, perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Hukum Barat mengenal “zakelijke rechten” dan “persoonlijke
rechten”. “Zakelijke rechten” adalah hak atas benda yang bersifat “zakelijk”,
artinya berlaku terhadap tiap orang, jadi merupakan hak mutlak/absolut. “Persoonlijke
rechten” adalah hak atas sesuatu objek yang hanya berlaku terhadap sesuatu
orang lain tertentu, jadi merupakan hak relatif. Hukum adat tidak mengenal
pembagian hak dalam dua golongan seperti di atas. Hak-hak menurut sistem hukum
adat perlindungannya ada di tangan hakim.
b.
hukum Barat mengenal perbedaan antara hukum publik dan hukum privat. Hukum
adat tidak mengenal perbedaan ini. Perbedaan-perbedaan fundamental dalam sistem
ini, pada hakikatnya disebabkan karena corak serta sifat yang berlainan antara
hukum adat dan hukum Barat dan pandangan hidup yang mendukung kedua macam hukum
itu juga jauh berlainan.
c.
Aliran dunia Barat bersifat liberalistis dan bercorak rasionalistis
intelektualistis. Aliran Timur, khususnya Indonesia bersifat kosmis, tidak ada
pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib; dunia manusia berhubungan erat
dengan segala hidup di dalam alam ini.
Pelanggaran-pelanggaran hukum menurut sistem hukum barat, dibagi-bagi dalam
golongan peanggaran yang bersifat pidana dan harus diperiksa oleh hakim pidana atau (strafrechter), dan
pelanggaran-pelanggaran yang hanya mempunyai akibat dalam lingkup perdata, maka
pelanggaran-pelanggaran itu harus diadili oleh hakim perdata.
Menurut
Prof. Dr. R. Soepomo, S.H dalam bukunya Bab-bab Tentang Hukum Adat dituliskan
sistem hukum adat antara lain Bahasa hukum, Pepatah adat, dan Penyelidikan
Hukum Adat. Berikut akan dijelaskan mengenai hal tersebut.
Bahasa hukum merupakan kata-kata yang dipakai terus-menerus untuk menyebut dengan
konsekuen suatu perbuatan atau keadaan, lambat laun menjadi istilah yang mempunyai isi yang tertentu. Pembinaan
bahasa hukum di Indonesia memerlukan perhatian lebih, khususnya bagi hukum
adat. Istilah hukum adat yang digunakan di Indonesia sangatlah berbeda dengan
istilah hukum barat, meskipun Belanda telah lama menjajah Negara Indonesia.
Pepatah adat
adalah berguna sebagai petunjuk tentang adanya suatu peraturan hukum adat. Akan
tetapi pepatah hukum adat tidak dapat dijadikan sebgai sumber atau sebagai
dasar hukum adat, sebab pepatah adat masih memerlukan keterangan, harus diberi
interpretasi yan tepat, supaya terang maknanya.
Unuk
melakukan suatu penyelidikan hukum adat di daerah, supaya diperhatikan mengenai
cara atau metodenya. Adapun cara atau metode penyelidikan tersebut adalah
mendekati para pejabat desa, orang-orang tua, para cerdik pandai, rang-orang
terkemuka di daerah yang bersangkutan, dan sebagainya. Persoalan yang akan
ditanyakan harus hanya fakta-fakta, hanya kejadian-kejadian yang telah dialami
atau diketahui sendiri oleh mereka.
3.2. Saran
Adapun saran yang dapat penulis
berikan dari hasil makalah ini adalah:
Pemerintah dan seluruh masyarakat
hukum adat seyogyanya saling bahu-membahu untuk mempertahankan dan melestarikan
hukum adat. Karena hukum adat merupakan aturan yang hidup dari nilai-nilai yang
baik dan luhur, sehingga keberadaannya di Indonesia patut diperjuangkan. Selain
itu, hukum adat merupakan hukum yang sudah ada, dan merupakan aturan asli yang
berasal dari komunitas masyarakat hukum adat Indonesia, jadi hukum adat adalah
hukum asli Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
·
Prof. Mr Dr R. SUPOMO, 1968 “Bab-Bab Tentang Hukum
Adat”Jakarta:Penerbitan Universitas.
·
Kamus Bahasa Indonesia.2008.Departemen Pendidikan Nasional:Jakarta.
·
Wignjodipuro, Surojo, “Pengantar dan Asas-Asas
Hukum Adat,” Alumni, Bandung, 1979.WEBSITE
A. Suriyaman Mustari Pide, 2009. Hukum Adat
(Dulu, Kini dan Akan Datang). Penerbit Pelita Pustaka : Jakarta.
Reply to this post
Posting Komentar